Lukisan Wajah Nabi Muhamad SAW

0 komentar



Inilah realisasi janji kami untuk memberikan dua hadiah surprise kepada Anda yang berpartisipasi dalam memberikan komentar terhadap isu gambar nabi Muhammad diakhir tahun.
Yaitu berupa dua buah lukisan-langka secara online.


Kenapa begitu bernilai? Ya, pertama-tama karena lukisan ini langka, dan berkaitan dengan sosok Nabi yang dimuliakan, dan yang sekaligus menghadirkan sebuah renungan paling dalam atas kontroversinya yang terdampak, yang belum terselesaikan…
Mari kita bersama membuka hadiahnya, dimulai dengan yang pertama:
Nabi Muhammad waktu Remaja

(A). Lukisan wajah nabi Muhammad remaja
Muhammad Remaja, hasil lukisan seorang artis wanita Iran: Oranous Ghasemi.
Oranous adalah seorang Muslim yang tinggal di Teheran. Ia menjual lukisan ikonik ini secara online. Tampaknya hal ini melanggar hukum Islam dan Iran. Sebagian Muslim marah karena lukisan tersebut dianggap menghujat Nabi. Namun sebagian Muslim lainnya beranggapan bahwa lukisan ini tidak menghina kenabian Muhammad, sebab si pelukis hanya menggambarkan seorang Muhammad remaja saja, yaitu sebelum dikunjungi oleh malaikat Jibril. Ini berarti bahwa lukisan tersebut – dalam konteksnya — bukanlah lukisan terhadap seorang Nabi Muhammad, melainkan seorang anak muda Muhammad. Tak ada unsur hujatan apapun yang dapat dikaitkan kepada si pelukis.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana Muslim Indonesia melihat masalah pelukisan Muhammad pribadi, sebagai manusia dan nabi?
Kita lemparkan isu ini sebagai forum diskusi bebas kita disini, secara beradab.

Pertama-tamakilas balik dari Al-Quran dan Hadis. Apakah teks-teks suci Islamik menyatakan bahwa penggambaran image Muhammad atau para nabi lainnya (termasuk nabi Ibrahim, Musa dan Isa dll) adalah terlarang? Adakah yang mengharamkannya secara shahih dan apa alasannya? Yang kita ketahui hanyalah terbatas pada beberapa pelarangan tradisional berkenaan dengan kenabian, dengan alasan khusus untuk mencegah peng-idola-an Nabi. Jadi bukan gambarnya, melainkan pengkultusannya! Tetapi karena pengidolaan demikian bisa dan telah terjadi juga lewat pemujaan oral dan tulisan – semacam bacaan puitis atau kaligrafi khusus — maka tentu alasan pelarangan tersebut menjadi lemah, jauh dari ke-shahih-an.

Pada tahun 1999, Ahli seni Islam Wijdan Ali, menulis sebuah ikhtisar ilmiah mengenai tradisi Muslim dalam menggambarkan Muhammad. Ikhtisar ilmiah ini bisa di download di sini dalam format pdf, berikut begitu banyak lukisan-lukisan sosok Muhammad. Dalam karangan itu, Ali mendemonstrasikan bahwa larangan menggambar Muhammad tidak muncul hingga akhir abad ke 16 atau 17, kendati ada klaim-klaim palsu dari media bahwa orang-orang Muslim senantiasa dilarang untuk membuat gambar Muhammad.
Lukisan Muhammad

Illustration showing Mohammed (on the right) preaching his final sermon to his earliest converts, on Mount Ararat near Mecca; taken from a medieval-era manuscript of the astronomical treatise The Remaining Signs of Past Centuries by the Persian scholar al-Biruni; currently housed in the collection of the Bibliotheque Nationale, Paris (Manuscrits Arabe 1489 fol. 5v). This scene was popular among medieval Islamic artists, and several nearly identical versions of this drawing (such as this one [shown in detail below] and this one) were made in the Middle Ages.

Tetapi bahkan belakangan ini, kita mendengar bahwa Dewan Fiqih dari Muslim World League (salah satu NGO Islamik terbesar, berkedudukan di Mekah,) mengeluarkan statemen perang terhadap pembuatan film tentang Muhammad dan para Sahabatnya (!) bukan karena takut pengidolaan, melainkan takut akan pelecehan dan penghujatan Islam:
“Potret demikian akan menyebabkan pelecehan dan devaluasi dari tokoh-tokoh Islam, dan memakainya secara beralasan untuk mengolok-olok Islam”. (Darul Ihsan Media Desk)

Tampak dilema terbesar Islam disini adalah bahwa haram-halalnya sebuah penggambaran fisik Muhammad tergantung pada rentang waktu sejarah dan kekuasaan dibaliknya, bukan pada ke shahihan pembenaran dari ayat-ayat sucinya. Kita tahu bahwa penggambaran sebuah pesan berawal dari otak (imaginasi) setiap manusia, yang kemudian dituangkan secara oral (lukisan-kata) dan non-oral yang umumnya dituangkan secara tulisan gambar atau tulisan-huruf (seperti yang kita saksikan pada zamannya nabi Muhammad), dimana pesan dan kesan “digambarkan” lewat goresan gambar, termasuk tulisan Arab.  Dan lewat rentang sejarah yang berjalan, dunia kemudian menyaksikan lagi visualisasi dalam bentuk image film atau cinematic depictions! Jadi sebuah ide gambar Muhammad yang mau diwujudkan dalam pelbagai cara goresan, lukisan atau image itu sesungguh-nya tidak pantas didiskriminasikan haram-halalnya sepanjang ide-dasarnya sama baiknya! Yang jauh lebih membedakan sesungguhnya adalah tafsir prejudices (prasangka) oleh otoritas Muslim yang berbeda waktu, kuasa dan mood dibaliknya. Tetapi, oleh otoritas Islam yang bersangkutan, pergeseran semacam ini sering diartikan sebagai suatu kemajuan, ketika essensinya justru berupa suatu  kemunduran…

Kita telah melihat betapa terbukanya deskripsi tentang Muhammad secara fisik sebelum abad 16. Tak ada pihak Islam manapun yang mengganggu gambarnya, si pelukisnya, si penadah, atau tempat penyimpanannya. Disamping itu dunia juga menemukan banyak statemen dari para sahabat Nabi sendiri tentang “pelukisan” deskripsi fisik Muhammad dalam teks tulisan Hadis dan Sirat, yang tentu saja bermula dari oral. Banyak detail tentang kehidupannya sehari-hari, tampang fisiknya, makanan favoritnya, pakaian yang dipakai, senyum dan dampaknya ke sekeliling yang melihat dia, semuanya digambarkan dalam apa yang disebut “shamail” (bentuk luar). Bahkan ditulis dan dibingkaikan secara artistik untuk memenuhi selera pemujaan! Jikalau sudah demikian, maka atas alasan apakah yang masih masuk akal untuk menggantikan status gambar Muhammad yang tadinya HALAL, kini mendadak menjadi HARAM, sepanjang spirit penggambarannya memang tidak dimaksudkan untuk menghujat sosok yang digambari? Bukankah setiap Muslim rindu akan Nabinya sedemikian sehingga bertubu-tubi menaikkan shalawat nabi setiap harinya? Kita petikkan penggambaran Nabi secara tekstual, dari otoritas sahabat Nabi yang terdekat, Ali (ra) dan Aisyah (ra).

Ketika Ali mendeskripsikan tampang Nabi, ia berkata: “Tubuhnya tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah, melainkan berukuran sedang saja. Rambutnya tidak terlalu keriting maupun lurus, melainkan campuran keduanya… Ia berkulit putih kemerahan, mempunyai mata hitam yang lebar dan bulu mata yang panjang. Sendi-sendinya dan bidang bahunya menonjol…Diantara kedua bahunya terdapat sebuah tanda bercak kenabian… Ia memiliki dada yang lebih bagus ketimbang pria lainnya, mengucapkan kata-kata jujur melebihi selainnya, mempunyai sifat teramat lemah lembut dan keturunan yang paling terhormat. Siapa yang melihatnya berdiri akan mengaguminya mendadak, dan siapa yang berbincang dengan dia akan menyukainya. Mereka yang mendeskripsikan dirinya berkata bahwa mereka belum pernah melihat seorang lainpun seperti dia, sebelum atau sesudahnya” (Hadis Tirmidhi, no.1524).
Aisyah (ra) meriwayatkan: “Rambut Rasulullah yang diberkati itu lebih panjang dari rambut yang mencapai lubang telinga, tetapi lebih pendek dari bahu”  (Hadis Tirmidhi).
Bahkan teks Ali (ra) tersebut dibingkaikan seperti gambar dibawah ini dan tidak ada siapapun yang memprotesnya.

sumber: http://buktidansaksi.com/blogs/302/2011/01/HADIAH-TAK-TERNILAI-Untuk-Anda-
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template | Metal Cangkir
Copyright © 2011. Banjarsari City - All Rights Reserved